Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah menggelar sosialisasi penyesuaian Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Banyak pegawai bertanya-tanya, apakah benar akan ada pemotongan TPP untuk PPPK? Dan apakah kebijakan ini akan diikuti oleh daerah lain?
Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita kupas lebih dalam fakta-fakta yang berhasil dikumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia.
TPP PPPK di Kalimantan Utara: Tidak Dihapus, Tapi Disesuaikan
Menurut penjelasan langsung dari Kepala BKAD Provinsi Kalimantan Utara, Rachmadi, pemerintah daerah tidak menghapus TPP PPPK. Yang terjadi adalah *penyesuaian nilai TPP* agar sesuai dengan kemampuan fiskal daerah. Penyesuaian ini mempertimbangkan banyaknya jumlah PPPK yang diangkat dalam beberapa tahun terakhir yang berdampak signifikan terhadap anggaran belanja pegawai.
Langkah ini juga merujuk pada regulasi yang ada, di mana TPP PPPK tetap diperbolehkan dalam APBD, tetapi besarannya disesuaikan berdasarkan kemampuan anggaran, beban kerja, dan jabatan.
Faktor Utama Penyesuaian: Efisiensi dan Batas Belanja Pegawai
Penyesuaian TPP bukan hanya terjadi di Kalimantan Utara. Beberapa daerah lain juga mulai melakukan hal serupa karena dibatasi oleh aturan bahwa belanja pegawai maksimal hanya 30% dari total APBD. Selain itu, adanya instruksi efisiensi anggaran dari pemerintah pusat juga mendorong daerah melakukan penyesuaian anggaran, termasuk TPP.
Daerah Lain yang Mulai Menyesuaikan TPP PPPK
1. Kota Mojokerto
Pemerintah Kota Mojokerto melakukan penyesuaian TPP karena bertambahnya pegawai penerima TPP, termasuk PPPK. Meskipun anggaran tidak naik, pemerintah berkomitmen tetap memberikan TPP sebanyak 14 kali (termasuk THR dan gaji ke-13) dengan rasionalisasi nilai.
2. Kota Tanjungpinang
Pemko Tanjungpinang mempertimbangkan pemotongan TPP PNS hingga 30% untuk mengakomodasi kenaikan TPP PPPK. Langkah ini diambil agar belanja pegawai tidak melebihi 50% dari APBD.
3. Provinsi Kepulauan Riau (Kepri)
Pemerintah Provinsi Kepri berencana memotong TPP ASN karena beban belanja pegawai sudah mencapai 38%, melampaui batas yang ditentukan oleh pusat.
4. Kota Surakarta (Solo)
PPPK di Solo memprotes skema TPP yang hanya memberikan 60% untuk masa kerja 1-2 tahun dan 80% untuk masa kerja lebih dari 2 tahun. Kebijakan ini menimbulkan kesenjangan antara PPPK dan PNS.
5. Kota Tarakan dan Kabupaten Malinau (Kaltara)
Tarakan bahkan tidak menganggarkan TPP PPPK dalam APBD 2025, sementara Malinau memberi TPP dengan nilai yang lebih kecil dibandingkan PNS.
Apakah Daerah Lain Akan Mengikuti?
Tren ini menunjukkan bahwa penyesuaian TPP PPPK berpotensi meluas ke banyak daerah, terutama yang mengalami lonjakan jumlah PPPK baru. Dengan keterbatasan APBD dan regulasi efisiensi anggaran, pemerintah daerah lain sangat mungkin akan meniru langkah serupa untuk menjaga stabilitas keuangan.
Namun, setiap daerah memiliki kebijakan berbeda tergantung kemampuan keuangannya. Ada daerah yang masih bisa memberi TPP maksimal untuk PPPK, sementara lainnya harus menyesuaikan agar tidak melanggar aturan batas belanja pegawai.
Harus Waspada, Tapi Jangan Panik
Bagi para PPPK, penting untuk memahami bahwa pemberian TPP bukan hak mutlak, tetapi bergantung pada regulasi dan kemampuan anggaran daerah. Meski ada penyesuaian atau pemangkasan di beberapa tempat, hal ini bukan berarti semua daerah akan melakukan hal yang sama.
Pegawai diharapkan aktif mengikuti sosialisasi dan komunikasi dua arah dengan instansi terkait, serta memahami dinamika keuangan daerah yang sedang berlangsung. Selama belum ada pemangkasan resmi, tetaplah fokus bekerja dan memberikan kontribusi terbaik sebagai abdi negara.